Beberapa hari yang lalu saya
menyaksikan tayangan NET Jateng tentang sosok yang menginspirasi di daerah Jawa
Tengah. Kalau tidak salah nama programnya Sambang Sedulur. NET Jateng ini hanya
mengudara di sekitar Jawa Tengah. Jadi yang di luar Jawa Tengah hanya bisa
melihatya di youtube.
Di acara tersebut menayangkan
profil petani muda yang sukses dengan usaha perkebunannya. Saya lupa nama
petani tersebut dan di daerah mana perkebunan tersebut berada. Karena saya
menyaksikannya tidak dari awal. Hanya sedang menggonta-ganti chanel dan melihat tayangan tersebut.
Yang menarik untuk saya adalah
ulasan profesi petani yang sukses itu. Dan di akhir segmen, pembawa acara juga
memberikan info penurunan jumlah petani di Jawa Tengah. Terutama petani muda
usia produktif. Hal tersebut dikarenakan bidang pertanian yang dinilai kurang
menjanjikan untuk masa depan.
Ironis.
Lebih ironis lagi karena bidang
pertanian ini menarik untuk saya. Bidang yang dianggap biasa saja atau pun
rendah di mata orang kebanyakan. Saya sama seperti kalian yang tidak
terpikirkan akan menggantungkan masa depan menjadi petani. Orang tua saya pun
sama seperti orang tua pada umumnya, yang standar kesuksesan anaknya adalah
menjadi pegawai dengan tampilan mentereng.
Lalu, mengapa bidang pertanian menarik
untuk saya? Atau hanya emosi sesaat?
Ketenangan Batin
Sebenarnya profesi apapun pasti
ada kekurangan dan kelebihannya. Ada masa bosan, menyenangkan, menjengkelkan,
melelahkan, dan segala macam rasa yang ada di dunia ini. Tapi setiap orang
punya caranya sendiri dalam bekerja. Ada yang suka grasa-grusu terasa semuanya
terburu-buru. Ada yang santai serasa seperti di pantai. Ada yang banting tulang
tidak mengenal waktu. Pun, ada yang tinggal leyeh-leyeh terima uang.
Saya pernah mendiskusikan tentang
ini dengan teman saya yang ingin beralih profesi dari seorang akuntan menjadi
petani. Bagi kami berdua bekerja sebagai petani ini adalah life goals. Ketika anak muda lain tolok ukur suksesnya hidup
leha-leha bergelimpangan harta. Atau mengejar karir sebagai pegawai kantoran.
Kami justru ingin hidup tenang sebagai petani.
Saya tidak tahu rasanya hidup
leha-leha bergelimpangan harta karena memang belum pernah. Tapi menjadi pekerja
kantoran sudah pernah saya alami sekitar 2 tahunan. Rasanya, waktu berjalan
begitu cepat tapi tidak merasakan arti waktu yang sudah terlewati. Baru tadi
pagi berangkat kerja, ini sudah mau berangkat kerja lagi. Hidup seperti robot,
semuanya tergantung kendali. Ya, kalau yang mengendalikan waras.
Tidak jarang atasan yang suka
menyuruh seenak udel. Yang paling berat adalah harus mengakali laporan. Bekerja
normal saja sudah melelahkan, ini harus ditambah mengarang bebas. Ini bukan
tindak korupsi, memang sesuatu yang wajar dilakukan. Ada beberapa peraturan
yang justru memang sengaja dibuat untuk memberi celah. Namanya juga sistem
manusia, jauh lah dari sempurna.
Bagaimana dengan petani?
Lelah fisik sudah pasti tapi
batin pasti bisa dikendali. Apa kalian pernah mendengar kabar seorang petani
memanipulasi gabah? Petani bersaing dengan hasil panen yang nyata. Bukan
mengada-ngada membuat gabah bohongan. Tidak ada yang menuntut petani harus
panen sekarang. Semua kehendak panggilan alam. Kalau alam berkata nanti, pasti
ada rejekinya sendiri.
Tidak ada petani yang menimbun
dosa berkarung-karung agar statusnya diakui, pekerjaannya terselamatkan, dan
dapat promosi jabatan.
Ekonomi
Ada yang bilang uang bukan
segala-galanya, tapi segala-galanya butuh uang. Banyak orang berpikir kalau
bekerja ya harus dapat uang. Tingkat kesuksesan pekerjaan tergantung dari uang
yang didapat. Matre. Hai, itu wajar. Matrealistis adalah paham terbesar kedua
di dunia yang paling banyak pengikutnya.
Lalu, benarkah pertanian bukan
pekerjaan yang menjanjikan?
Saya tidak bisa bilang iya atau
tidak secara pasti. Karena segala sesuatu yang tolok ukurnya dinilai dari uang,
hanya akan mengikuti napsu belaka bukan kedamaian hati. Rejeki dan uang itu
berbeda jauh. Orang bisa saja punya banyak uang, tapi bukan rejekinya, hidupnya
tetap sengsara. Berbeda dengan orang yang punya banyak rejeki. Mau tidak punya
uang sekali pun, hidupnya tetap aman dan nyaman.
Dan petani bisa memiliki
keduanya, rejeki sekaligus uang. Coba kalian lihat tayangan di NET Jateng itu.
Omset petani bisa sampai puluhan juta. Itu bukan khayalan, tapi memang
kenyataan. Kuncinya kerja keras, kreatif, dan terus berinovasi.
Sekarang juga mulai bermunculan
agrowisata atau pengolahan lahan multifungsi. Bukan tidak mungkin sawah-sawah
itu menjadi lumbung uang. Asal tahu bagaimana cara mengolahnya dan tidak
tergoda untuk menjual lahannya itu.
Petani itu profesi yang paling
tahan menghadapi krisis ekonomi. Perusahaan bisnis apa pun bisa saja bangkrut
kapan pun. Tapi petani akan tetap terus bisa bertahan hidup karena yang mereka
andalkan adalah alam. Tidak ada nasi, menanam padi. Tidak ada sayur, menanam
kangkung. Tidak ada lauk, memelihara ayam. Lah, kalau kalian karyawan
perusahaan dipecat, mau makan apa?
Gaya Hidup
“Don’t judge the book, just from
the cover”
Tapi kenyataannya kita ingin
membaca buku yang dilihat covernya dulu, kan? Ini juga salah satu faktor kenapa
petani bukan pekerjaan mentereng. Karena penampilan mereka yang kotor, bau
keringat, dan nyaris tidak enak dilihat. Tidak hanya penampilan tapi juga rumah
atau pun harta benda yang dimiliki.
Padahal.
Mereka punya banyak sekali uang.
Mereka bisa menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang tertinggi. Mereka hanya
tertarik atau tidak mau membeli barang-barang mentereng. Karena hal-hal seperti
itu memang tidak begitu perlu.
Jangankan untuk beli barang
bermerk. Baju saja akan dipakai terus sampai benar-benar bolong. Bahkan sudah
bolong saja masih ditambal. Tapi di luar sana, bahkan mungkin kalian juga iya,
kalau meresa tidak punya baju padahal bajunya sudah selemari penuh. Padahal dunia
kalian tidak akan kiamat kalau punya baju hanya satu tumpuk.
Hal ini sudah sedikit demi
sedikit saya terapkan. Menggunakan baju sampai benar-benar tidak berfungsi. Dan
membelinya kalau memang benar-benar butuh. Resiko yang harus saya hadapi paling
besar adalah cemoohan. Apalagi dikalangan perempuan kalau ada orang yang pakai
baju itu-itu saja, mencemoohnya sudah mengalahkan badai tsunami tornado.
Padahal baju saya sama sekali
tidak bolong. Kalau saya bilang, baju ini masih bisa dipakai kok. Predikat norak
langsung divoniskan tanpa pengadilan apalagi pengajuan banding.
Dampak Lingkungan
Kalian harus belajar ini dari
teman-teman di Bali yang menolak reklamasi atau petani Rembang yang menolak
pabrik semen. Tapi saya tidak perlu jauh-jauh ke sana untuk merasakan hal yang
sama seperti yang mereka rasakan. Di daerah saya sendiri sudah ada pabrik semen,
pabrik minyak, pabrik tepung, dan akan ada 3 PLTU, yang 2 sudah beroperasi.
Sawah yang terdampak akibat pembangunan PLTU |
Saya melihat secara langsung
dampak buruk pengalihan lahan pertanian yang menjadi industri. Kalau ada yang
bilang pembangunan industri bisa meningkatkan ekonomi warga sekitar, ini
BOHONG. Waktu membangun pabriknya memang menyerap ribuan tenaga kerja. Setelah pabrik
itu selesai dibangun, tenaga kerjanya paling hanya puluhan yang dari warga
sekitar.
Padahal kalau lahan pertanian itu
dikelola dengan baik, bisa awet seumur hidup sampai anak cucu. Sedangkan pabrik-pabrik
itu bisa saja bangkrut atau berhenti beroperasi. Kelihatannya saja diawal
begitu menggairahkan. Setelah lima tahun saja berlalu, apa warga sekitar
kehidupannya masih terjamin?
Indonesia ini punya kekayaan alam
yang melimpah. Kita tidak perlu menjadi seperti bangsa lain yang mewah megah. Menjadi
petani yang memenuhi kebutuhan kita sendiri saja, kita sudah bisa untung besar.
Kalau kita bersinergi dengan alam, mereka akan memberikan segala-galanya untuk
kita. Lebih dari uang yang katanya memberikan segala-galanya.
***
Saya memang tidak bisa menjadi
petani. Selain keahlian tidak punya, lahannya pun tidak punya. Mungkin yang
saya tulis ini akan menguap seiring berjalannya waktu. Layaknya cita-cita saya
waktu kecil yang ingin menjadi anggota Power
Puff Girl.
Tapi saya ingin memiliki
nilai-nilai kehidupan yang dimiliki petani. Bagaimana mereka hidup sederhana
tanpa gengsi. Menghormati alam, bersama bersinergi membangun masa depan. Hidup damai
tanpa harus tergila-gila dengan uang. Bahagia yang sederhana, sebahagia melihat
padi dari yang hijau sampai menguning.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar