Thursday, December 3, 2015

Menghadiahi Diri Sendiri Dengan Trip Lombok



Kita tidak akan pernah tahu hidup kita di masa yang akan datang seperti apa. Ya, hidup ini memang benar-benar misteri. Bahkan satu detik lagi kita juga tidak akan pernah tahu. Apakah masih bernapas atau tidak? Atau satu detik lagi malahan kamu baru merasa benar-benar hidup. Ya, terkadang manusia sudah bernapas, jantungnya pun berdetak. Tapi hidup yang sesungguhnya tidak dia miliki. Merasa terkekang dan jauh dari kemerdekaan.

Dan kemarin aku baru merasakan hidup itu. Hidup yang bebas. Bebas seperti apa? Memang setiap orang punya definisi hidup berbeda-beda. Ada yang penting asal bisa makan. Punya banyak uang. ibadah yang rajin. Punya orang-orang yang mencintai. Atau ya udah deh, asal napas.

Buatku hidup yang bebas itu melakukan sesuatu yang tidak seperti biasa. Semacam menembus batas. Kita tahu sendiri bagaimana batas kemampuan diri kita sendiri. Saat itu seperti bendungan yang jebol, ada semacam rasa lega dan bangga. Ternyata kita bisa menembus batas itu. Apalagi yang dijebol adalah rasa ketakutan dan kekhawatiran.

Satu tahun yang lalu hidupku penuh dengan kebimbangan, was-was, sampai otak dan hati selalu dijejali rasa panas. Intrik sana-sini, adu domba, kesalahpahaman selalu terdengar setiap hari. Pada akhirnya keterpurukan itu menghampiriku juga. Satu tahun lalu aku tidak tahu harus bagaimana. Sampai terlalu lama tidak tahu harus bagaimana. Sehingga membuatku berkubang dalam kekecewaan. Kecewa takut dikecewakan kembali.

Tapi Tuhan memang pandai merajut cerita. Di tengah keputus asaan itu tiba-tiba suatu malam, yang tidak ada badai ataupun petir, tubuhku merasa tersambar. Aku seperti ditarik ke dunia lain. Dunia yang tidak pernah aku bayangkan akan berjalan sejauh ini. Aku pikir sisa hidupku hanya akan habis di ruang berukuran 2x3 ini. Ruang yang justru menjadi permulaan perjalanan ini.

Malam itu, sama seperti malam biasa. Waktuku habis membaca ocehan orang-orang di twitter. Sampai aku membaca ada lomba menulis tentang #PesonaTambora. Jujur, saat itu aku tidak tahu Tambora itu apa? Makanan kah? Pakaian? Nama orang? Atau apa? Iseng aku cari tahu tentang Tambora. Antara penasaran tapi juga setengah cuek. Cuek karena sama sekali aku tidak berniat mengikuti lomba itu. Dan akhirnya tulisan itu pun jadi. Aku mengirimkan tulisanku dipenghujung waktu.

Satu menit berlalu, biasa saja. Lima menit berlalu, aku mencoba mencari tahu apa yang dilakukan peserta lain. Setengah jam berlalu, mata mulai mengantuk. Satu jam berlalu, siap-siap mematikan laptop. Eits, tunggu sebentar. Ini kenapa notifikasi twitter tiba-tiba ramai. Entah ada badai apa malam itu. Mataku yang tadinya tinggal merem, tiba-tiba membulat lebar. Pipi memanas, detak jantungku pun semakin cepat. Bahkan mungkin jantungku berdetak disekujur tubuh ini.

Finally, I'm a winner
Iya itu aku. Tulisanku yang biasanya tidak pernah dibaca orang lain, bahkan temanku sendiri bilang tulisanku tidak bagus. Hanya butuh waktu satu jam saja sudah ribuan orang yang membacanya. Aku seperti merasa dalam satu gedung yang semua orang asik mengobrol dengan teman-teman mereka. Dan tidak peduli aku bergaunkan emas sekalipun. Tapi tiba-tiba aku ledakkan bom itu dan semua terhenti menatapku. Hanya aku.

Hadiah dari lomba itu sangat luar biasa buatku. Bagaimana tidak, aku yang hanya hidup di kotak 2x3 ini bisa dapat tiket PP Jakarta-Lombok-Jakarta beserta hotelnya 2 malam. Kelopak mataku bergetar, seolah-olah akan ada sungai yang akan mengalir di dalamnya. Dalam hatiku berteriak, “Aku harus ambil itu hadiah, bagaimana pun caranya.”

Satu hal yang membuat hatiku gamang, tentunya soal uang saku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan uang saku itu ditengah statusku yang pengangguran. Bukankah banyak jalan menuju Roma. Itu berarti banyak jalan juga menuju Lombok. Sedikit demi sedikit, pelan tapi pasti. Akhirnya uang itu ada juga.

Tanggal keberangkatan boleh memilih sendiri. Itu artinya aku punya cukup waktu untuk persiapan. Awalnya aku ingin 13 Oktober ada di Lombok. Kenapa tanggal itu? Karena tanggal itu spesial untukku. Aku ingin menghadiahi diriku sendiri. Untuk 26 tahun hidup yang sudah aku lalui. Tapi meleset dari perkiraan. Pilih tanggal lain, 13 November deh biar anniversary satu bulan. Tapi terhambat karena meletusnya Gunung Barujari Anak Gunung Rinjani. 

Akhirnya aku memutuskan 28 November 2015 sebagai hari baik menuju Lombok. Tanggal itu aku tentukan justru karena tidak ada apa-apa. Itenary sudah tersusun, dari budget sampai mana saja yang harus dikunjungi. Tapi tetap saja ada yang meleset dari perkiraan. Lagi-lagi Tuhan memang sang pembuat cerita yang ulung. Kalau tulisanku sejauh ini hanya bisa membawaku ke Lombok. Tuhan bisa membuatnya lebih dari perkiraanku.

Tiga hari dua malam berada di Lombok ada banyak sekali cerita. Yang pasti terima kasih Tuhan sudah memberikan cerita ini padaku. Aku tidak akan bisa berjalan sejauh ini tanpaMu. Aku masih berharap bisa kembali lagi ke tanah suku Sasak itu. Tanah yang aku tancapkan rindu sedalam lautannya yang biru. Sampai jumpa Lombok, aku pasti kembali untukmu.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts