Bang bing bung yuk kita nabung
Bang bing bung yuk jangan dihitung
Tau tau kita nanti dapat untung
Sebagai anak 90-an yang
berbahagia tentu saya tidak asing dengan sepenggal lagu diatas. Lagu yang mampu
menyihir saya waktu kecil sehingga senang menabung. Masih terasa hangat di
ingatan saya, ketika pertama kali berusaha untuk menabung. Waktu itu tujuan menabung
agar bisa membayar SPP. Untuk anak kelas 1 SD kegiatan tersebut sangatlah
langka. Dengan uang saku Rp. 200,00 saya sisihkan Rp. 100,00 untuk menabung.
Dan saya catat setiap harinya.
Saya kecil memang berbeda dengan
anak lain untuk urusan uang. Teman seusia saya kala itu tidak ada yang memiliki
budaya menabung. Mereka tinggal merengek ke orang tuanya untuk mendapatkan
sesuatu. Apalagi saya sampai mencatat tabungan itu setiap hari. Dengan kolom
keluar masuk yang entah mengapa sudah saya mengerti di umur semuda itu. Saya
sendiri juga heran, mengapa ketika saya kecil sudah punya pemikiran seperti
itu. Kebiasaan itu pun berlanjut sampai pada saat ini. Bila ingin sesuatu, ya
harus menabung dulu.
“Uangnya buat apa kalau sudah
banyak?” tanya seoarang saudara yang melihat buku catatan tabungan saya.
“Buat sekolah. Aku pengin
kuliah,” begitu jawaban tubuh kecilku dengan polosnya waktu itu.
Saya sebenarnya sadar diri.
Jangankan kuliah, untuk sekolah saja harus mengumpulkan koin demi koin. Tapi memang
menabung itu banyak manfaatnya. Kalian tentu pernah mendengar ungkapan,
“Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit”. Itu memang benar adanya, dan saya
akhirnya pun mampu kuliah.
Orang tua saya tahu dengan
kebiasaan menabung itu. Kelas 2 SD bapak saya membuat rekening di bank untuk
saya. Tentunya atas nama bapak, karena umur saya belum cukup untuk memenuhi persyaratan menjadi nasabah bank. Waktu
itu rasanya senang sekali bisa masuk ke gedung yang besar dengan mba teller
yang cantik. Dalam hati berbisik kalau besar saya ingin seperti mba itu. Tiap
hari bisa memegang uang yang banyak dan bekerja di gedung yang besar.
Masih terasa hangat pesan bapak
waktu itu, “Kalau punya uang banyak mending ditabung di bank. Jangan buat beli emas.”
Namanya juga perempuan, senang dengan sesuatu yang indah dan berkilauan. Kalau
mau menabung ibuku kadang menggoda agar dibelikan emas saja. Sempat dilema,
tapi entah mengapa saya lebih merasa nyaman menuruti pesan bapak.
Pertama kalinya punya rekening
dengan nama sendiri ketika SMA. Diri ini sudah mulai terbiasa keluar masuk bank
untuk menabung. Tidak merasa kaku ataupun gemeteran lagi mengisi slip setoran.
Namun rekening itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Uang yang seharusnya
ditabung sudah terpakai dulu sebelum disetor ke bank. Selain itu juga karena
potongan untuk biaya administrasi semakin hari semakin tinggi.
Tiba saatnya ketika kuliah mengharuskan
saya memiliki rekening lagi. Kuliah di luar kota kalau harus bolak-balik hanya
untuk minta uang saku kurang efektif. Rekening itu dibuat dengan bank yang sama
seperti yang dimiliki orang tuaku. Bank tersebut mengenakan biaya administrasi
Rp. 10.000,00 per bulan. Saldo minimum di rekening pun tidak boleh kurang dari
Rp. 50.000,00. Dan dua ketentuan itu bertambah terus seiring berjalannya waktu.
Sebenarnya tidak masalah biayanya
berapapun, toh orang tua saya rutin mengirim setiap bulan. Tapi untuk saya yang
dari kecil sudah terbiasa mengorganisir keuangan, uang sebesar itu sayang
dibuang-buang. Masih bisa digunakan untuk makan sehari tiga kali. Atau bisa
untuk membayar fotocopy materi kuliah.
Efek kebiasaan menabung dari
kecil itu sangat terasa ketika kuliah. Keuangan pun sangat saya organisir. Berusaha
untuk menekan pengeluaran semaksimal mungkin. Dan mencari tambahan pemasukan
dari bekerja serabutan. Saya juga membuat kotak koin untuk setiap benda yang
ingin saya miliki. Walaupun koin-koin itu tidak seberapa, tapi semangat
menabung itu yang banyak manfaatnya.
Saya juga aktif mencari informasi
tentang beasiswa. Di tahun kedua saya kuliah, ada sebuah beasiswa mahasiswa
berprestasi yang IPK saya cukup memenuhi persyaratan. Saya tertarik untuk
mendapatkan beasiswa tersebut. Dapatnya juga lumayan besar, bisa meringankan
biaya kuliah saya. Dengan batas waktu pengumpulan berkas yang tidak lama, saya
mencoba melengkapi berkas-berkas yang diperlukan.
Ada satu syarat mendapatkan
beasiswa itu yang membuat saya bimbang. Yaitu, memiliki rekening BNI. Sementara
rekening yang saya miliki saat itu bukan BNI. Karena saya sangat berminat dengan
beasiswa tersebut, alhasil saya mencari informasi kesana-kemari tentang BNI. Ternyata
Universitas tempat saya menimba ilmu memiliki kerja sama dengan Bank BNI.
Jadi, mahasiswa yang ingin
memiliki rekening BNI bisa memiliki BNI Taplus Mahasiswa. Itu adalah produk
tabungan dari BNI khusus untuk mahasiswa yang universitasnya bekerja sama
dengan BNI. Sangat mudah untuk mendapatkannya. Tinggal membawa copy KTM (Kartu
Tanda Mahasiswa) dan pas foto 3x4. Di bank nanti kita disuruh mengisi formulir
permohonan pembuatan rekening.
Waktu itu setoran pertama sebesar
Rp. 25.000,00. Hari itu juga saya sudah bisa mendapatkan buku tabungan. Berkas-berkas
untuk mendapatkan beasiswa itupun lengkap hari itu juga. Beberapa minggu
kemudian saya mendapat kabar, nama saya masuk dalam daftar mahasiswa yang
mendapatkan beasiswa.
Memiliki BNI Taplus Mahasiswa
banyak sekali keuntungannya, antara lain:
- Mudah sekali mendapatkannya. Asalkan universitas kita punya kerja sama dengan BNI segala urusan jadi lebih mudah.
- Biaya administrasinya rendah. Hanya butuh Rp. 250,00 per bulan waktu pertama saya membuatnya. Sekarang sudah Rp. 1.000,00 per bulan untuk biaya administrasi. Sangat murah dibanding biaya administrasi jenis tabungan yang lainnya. Apalagi ada bank lain yang sampai menarik biaya administrasi sampai puluhan ribu.
- Kartu ATM yang multifungsi. Kalau kartu ATM biasanya hanya untuk kegiatan perbankan saja, kartu ATM BNI Taplus Mahasiswa ini sekaligus menjadi Kartu Tanda Mahasiswa. Jadi kegiatan di kampus pun bisa menggunakan kartu ATM ini.
- Tidak ada saldo minimum. Jadi kita bisa mengambil uang yang ada di rekening semaksimal mungkin. Tentunya menyisakan beberapa ribu untuk biaya administrasi bulan berikutnya. Kalau saldo nihil bisa ditutup otomatis oleh sistem. Tapi menyisakan beberapa ribu tidak ada ruginya untuk tabungan yang banyak untungnya kan?
Berkat kemudahan tersebut, saya
pun menyuruh orang tua untuk mentrasfer uang bulanan ke rekening saya yang BNI.
Orang tua hanya dikenakan biaya Rp. 5.000,00 untuk sekali transfer. Tapi saya
bisa menghemat puluhan ribu karena biaya administrasi yang rendah. Dan penarikan
uang di ATM pun lebih maksimal.
Semenjak kecil hingga saat ini,
dari mencoba tabungan yang konvensional sampai modern. Baru sekarang saya merasa
nyaman menabung. Terima kasih BNI sudah membuat kami para mahasiswa mendapatkan
banyak keuntungan. Dan untuk saya pribadi menjadi lebih rajin lagi untuk
menabung.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar