Tuesday, May 31, 2016

Yuk, Kita Nabung!



Bang bing bung yuk kita nabung
Bang bing bung yuk jangan dihitung
Tau tau kita nanti dapat untung

Sebagai anak 90-an yang berbahagia tentu saya tidak asing dengan sepenggal lagu diatas. Lagu yang mampu menyihir saya waktu kecil sehingga senang menabung. Masih terasa hangat di ingatan saya, ketika pertama kali berusaha untuk menabung. Waktu itu tujuan menabung agar bisa membayar SPP. Untuk anak kelas 1 SD kegiatan tersebut sangatlah langka. Dengan uang saku Rp. 200,00 saya sisihkan Rp. 100,00 untuk menabung. Dan saya catat setiap harinya.

Saya kecil memang berbeda dengan anak lain untuk urusan uang. Teman seusia saya kala itu tidak ada yang memiliki budaya menabung. Mereka tinggal merengek ke orang tuanya untuk mendapatkan sesuatu. Apalagi saya sampai mencatat tabungan itu setiap hari. Dengan kolom keluar masuk yang entah mengapa sudah saya mengerti di umur semuda itu. Saya sendiri juga heran, mengapa ketika saya kecil sudah punya pemikiran seperti itu. Kebiasaan itu pun berlanjut sampai pada saat ini. Bila ingin sesuatu, ya harus menabung dulu.


“Uangnya buat apa kalau sudah banyak?” tanya seoarang saudara yang melihat buku catatan tabungan saya.
“Buat sekolah. Aku pengin kuliah,” begitu jawaban tubuh kecilku dengan polosnya waktu itu.
Saya sebenarnya sadar diri. Jangankan kuliah, untuk sekolah saja harus mengumpulkan koin demi koin. Tapi memang menabung itu banyak manfaatnya. Kalian tentu pernah mendengar ungkapan, “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit”. Itu memang benar adanya, dan saya akhirnya pun mampu kuliah.

Orang tua saya tahu dengan kebiasaan menabung itu. Kelas 2 SD bapak saya membuat rekening di bank untuk saya. Tentunya atas nama bapak, karena umur saya belum cukup untuk  memenuhi persyaratan menjadi nasabah bank. Waktu itu rasanya senang sekali bisa masuk ke gedung yang besar dengan mba teller yang cantik. Dalam hati berbisik kalau besar saya ingin seperti mba itu. Tiap hari bisa memegang uang yang banyak dan bekerja di gedung yang besar.

Masih terasa hangat pesan bapak waktu itu, “Kalau punya uang banyak mending ditabung di bank. Jangan buat beli emas.” Namanya juga perempuan, senang dengan sesuatu yang indah dan berkilauan. Kalau mau menabung ibuku kadang menggoda agar dibelikan emas saja. Sempat dilema, tapi entah mengapa saya lebih merasa nyaman menuruti pesan bapak.

Pertama kalinya punya rekening dengan nama sendiri ketika SMA. Diri ini sudah mulai terbiasa keluar masuk bank untuk menabung. Tidak merasa kaku ataupun gemeteran lagi mengisi slip setoran. Namun rekening itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Uang yang seharusnya ditabung sudah terpakai dulu sebelum disetor ke bank. Selain itu juga karena potongan untuk biaya administrasi semakin hari semakin tinggi.

Tiba saatnya ketika kuliah mengharuskan saya memiliki rekening lagi. Kuliah di luar kota kalau harus bolak-balik hanya untuk minta uang saku kurang efektif. Rekening itu dibuat dengan bank yang sama seperti yang dimiliki orang tuaku. Bank tersebut mengenakan biaya administrasi Rp. 10.000,00 per bulan. Saldo minimum di rekening pun tidak boleh kurang dari Rp. 50.000,00. Dan dua ketentuan itu bertambah terus seiring berjalannya waktu.

Sebenarnya tidak masalah biayanya berapapun, toh orang tua saya rutin mengirim setiap bulan. Tapi untuk saya yang dari kecil sudah terbiasa mengorganisir keuangan, uang sebesar itu sayang dibuang-buang. Masih bisa digunakan untuk makan sehari tiga kali. Atau bisa untuk membayar fotocopy materi kuliah.

Efek kebiasaan menabung dari kecil itu sangat terasa ketika kuliah. Keuangan pun sangat saya organisir. Berusaha untuk menekan pengeluaran semaksimal mungkin. Dan mencari tambahan pemasukan dari bekerja serabutan. Saya juga membuat kotak koin untuk setiap benda yang ingin saya miliki. Walaupun koin-koin itu tidak seberapa, tapi semangat menabung itu yang banyak manfaatnya.

Saya juga aktif mencari informasi tentang beasiswa. Di tahun kedua saya kuliah, ada sebuah beasiswa mahasiswa berprestasi yang IPK saya cukup memenuhi persyaratan. Saya tertarik untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Dapatnya juga lumayan besar, bisa meringankan biaya kuliah saya. Dengan batas waktu pengumpulan berkas yang tidak lama, saya mencoba melengkapi berkas-berkas yang diperlukan.

Ada satu syarat mendapatkan beasiswa itu yang membuat saya bimbang. Yaitu, memiliki rekening BNI. Sementara rekening yang saya miliki saat itu bukan BNI. Karena saya sangat berminat dengan beasiswa tersebut, alhasil saya mencari informasi kesana-kemari tentang BNI. Ternyata Universitas tempat saya menimba ilmu memiliki kerja sama dengan Bank BNI.

Jadi, mahasiswa yang ingin memiliki rekening BNI bisa memiliki BNI Taplus Mahasiswa. Itu adalah produk tabungan dari BNI khusus untuk mahasiswa yang universitasnya bekerja sama dengan BNI. Sangat mudah untuk mendapatkannya. Tinggal membawa copy KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) dan pas foto 3x4. Di bank nanti kita disuruh mengisi formulir permohonan pembuatan rekening.

Waktu itu setoran pertama sebesar Rp. 25.000,00. Hari itu juga saya sudah bisa mendapatkan buku tabungan. Berkas-berkas untuk mendapatkan beasiswa itupun lengkap hari itu juga. Beberapa minggu kemudian saya mendapat kabar, nama saya masuk dalam daftar mahasiswa yang mendapatkan beasiswa.

Memiliki BNI Taplus Mahasiswa banyak sekali keuntungannya, antara lain:
  • Mudah sekali mendapatkannya. Asalkan universitas kita punya kerja sama dengan BNI segala urusan jadi lebih mudah.
  • Biaya administrasinya rendah. Hanya butuh Rp. 250,00 per bulan waktu pertama saya membuatnya. Sekarang sudah Rp. 1.000,00 per bulan untuk biaya administrasi. Sangat murah dibanding biaya administrasi jenis tabungan yang lainnya. Apalagi ada bank lain yang sampai menarik biaya administrasi sampai puluhan ribu.
  • Kartu ATM yang multifungsi. Kalau kartu ATM biasanya hanya untuk kegiatan perbankan saja, kartu ATM BNI Taplus Mahasiswa ini sekaligus menjadi Kartu Tanda Mahasiswa. Jadi kegiatan di kampus pun bisa menggunakan kartu ATM ini.
  • Tidak ada saldo minimum. Jadi kita bisa mengambil uang yang ada di rekening semaksimal mungkin. Tentunya menyisakan beberapa ribu untuk biaya administrasi bulan berikutnya. Kalau saldo nihil bisa ditutup otomatis oleh sistem. Tapi menyisakan beberapa ribu tidak ada ruginya untuk tabungan yang banyak untungnya kan?

Berkat kemudahan tersebut, saya pun menyuruh orang tua untuk mentrasfer uang bulanan ke rekening saya yang BNI. Orang tua hanya dikenakan biaya Rp. 5.000,00 untuk sekali transfer. Tapi saya bisa menghemat puluhan ribu karena biaya administrasi yang rendah. Dan penarikan uang di ATM pun lebih maksimal.

Semenjak kecil hingga saat ini, dari mencoba tabungan yang konvensional sampai modern. Baru sekarang saya merasa nyaman menabung. Terima kasih BNI sudah membuat kami para mahasiswa mendapatkan banyak keuntungan. Dan untuk saya pribadi menjadi lebih rajin lagi untuk menabung.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts