Kring..kring.. ada sepeda
Sepedaku roda dua
Ku dapat dari ayah
Karna rajin bekerja
Memori di kepala seketika
melayang-layang menembus waktu. Teringat dulu sewaktu kaki kecil ini
berlari-lari mengejar teman yang bersepeda. Sepedanya baru. Dan kami semua berkumpul
ikut serta bergembira. Mendorongnya dari belakang. Berharap dapat pinjaman.
Hari demi hari aku hanya bisa
mengejar teman yang satu demi satu punya sepeda. Kini giliran aku sendirian
yang mendorong mereka yang semuanya sudah punya sepeda. Bahkan sering
ditinggal. Mereka sudah tidak lagi balap lari, tapi balap sepeda. Kakiku yang
pendek tentu saja tidak bisa mengejarnya. Senyum ini terlihat lebar tapi dalam
hati iri juga. “Kapan aku bisa seperti mereka?” dalam hati terselip doa, semoga
segera.
Sampai tiba suatu sore, Bapa
membawa sepeda kecil berwarna merah. Perasaan doaku tidak pernah terucap.
Mengapa seolah-olah Bapa mendengarnya. Aku beri tahu teman-temanku, “Sepedaku
baru.” Akhirnya aku bisa seperti mereka, dalam hati merasa bangga. Tapi tidak bagi
mereka saat mendengar itu. Mereka sudah lebih dulu punya sepeda. Tentu rasanya
tidak sama lagi saat mereka pamer kepadaku. Sepeda baruku ternyata biasa saja.
Apalagi mereka langsung
menantangku balapan. Sebentar ya, ini sepeda roda dua bagaimana aku bisa
membuatnya berdiri tegak dan mengayuhnya? Untuk duduk di sadelnya tanpa kaki
yang menginjak tanah saja aku tidak bisa. Balapan, katamu? Hatiku pun kembali
ciut. Aku urungkan acara pamer sepeda baruku. Aku masukkan saja sepeda baru itu
ke dalam rumah.
Mamaku bilang, “Kamu belajar dulu
menuntunnya. Nanti kalau sudah seimbang baru belajar dinaiki.” Hanya itu yang
bisa Mama berikan. Dia sibuk bekerja, tidak mungkin mengajariku, memegangi
sepedaku dari belakang.
Diam-diam aku menuruti kata Mama.
Saat teman-teman tidur siang atau sedang tidak main, aku menuntun sepedaku
mengitari komplek. Hari berganti hari, panas terik aku hadapi. Lama kelamaan
badanku yang kurus krempeng berubah menjadi semakin krempeng ditambah hitam.
Tidak sabar, ku naiki juga
sepedaku. Kaki kananku naik ke pedal, tidak berani aku mengayuh sepenuhnya.
Kakiku hanya sampai seperempat putaran saja. Kaki kiriku masih menginjak tanah.
Sambil sekali-kali ikut mendorong agar sepedanya jalan. Pelan-pelan dengan hati
yang berdetak lebih kencang dari pada roda sepedaku yang paling hanya
menggelinding satu putaran saja. Akhirnya pantatku bisa duduk juga di sadel.
Kini kaki kiriku pun ikut memutar pedal. Ya, pedal itu sudah mampu berputar
sepenuhnya.
Dengan percaya diri aku mampu
menantangmu. Ayo kita saling mengejar. Mengayuh tanpa lelah. Mengejar mimpi dan
harapan dengan penuh semangat. Sampai kini aku masih tetap mengayuh. Dan kamu
sudah menyetir.
Ya, aku tetap tertinggal.
Di bawah teriknya matahari dan
dinginnya hujan yang menusuk tulang. Aku masih ingat betapa idealisme yang kamu
koar-koarkan ketika ospek itu hanya menggema selebar toa saja. Bahkan saat pipi
ini masih basah karena penutupan yang penuh renungan, gengsimu sudah mengintip
pelan di balik idealismemu.
Aku masih ingat ketika kita baru
mengenal. Kita sama, sama-sama sedang berjuang. Sama-sama merasa kecil.
Sama-sama punya mimpi yang besar. Sama-sama merasa sama. Tapi itu berakhir
ketika aku mengayuh roda duaku. Senyummu seketika itu pudar. Kamu berpikir kita
tidak sama lagi. Kaca helm mu pun selalu tertutup rapat ketika melihatku. Kamu
bilang, “Ya masa anak kuliahan naik sepeda. Bagaimana bisa meraih masa depan
yang baik, kalau yang dipakai tidak pernah baik.”
ig : @kisahkasih_ |
Roda ini akan terus berputar
seiring berjalannya waktu. Kini aku tak akan lagi mengejarmu. Atau mengejar
mimpi kita bersama-sama. Aku hanya perlu terus mengayuh sepedaku. Tidak apa
kamu pergi dariku. Tidak apa kita tidak sama lagi. Yang harus kamu tahu aku
terus bekerja keras mengejar mimpiku dengan keterbatasanku.
NB: Tulisan ini untuk memperingati hari pertama saya ke kampus dengan menggunakan sepeda. Mungkin terlihat sederhana, hanya ke kampus naik sepeda. Tapi yang saya rasakan adalah bagaimana mampu bertahan tetap mengayuh sementara semua mata memandang saya rendah. (10 November 2008)
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar